MAKNA KORBAN SESUNGGUHNYA
Perbedaan Yang Begitu Tajam Makna Kurban Darah/Sembelihan Antara Kristiani dan Islam
Logika manapun akan mengatakan bahwa sumber sejarah otentik
tertua Nabi-Nabi Tuhan adalah Kitab Yahudi yang juga merupakan sumber sejarah
bagi Umat Kristiani, dan tentunya juga bagi Umat lain yang mengakui eksistensi
Nabi-Nabi Tuhan karena memang dari sanalah Para Nabi Tuhan berasal. Bila masih
ada komunitas iman tertentu yang masih mempertanyakan otentisitas Kitab Yahudi
sebagai Rangkuman sejarah Para Nabi Tuhan, mestinya sudah “terhenyak heran” ketika membaca “the dead sea scroll” yang ditemukan pada 1949, karena “ternyata anggapan yang telah
terlanjur diajarkan kepada mereka secara turun temurun ternyata telah
terbantahkan dengan keras yang oleh para ahli sejarah disebut sebagai temuan terbesar
abad ini !!”
Sekali lagi, semua artikel yang saya release dalam web
ini bukan merupakan artikel olok-olok dan bukan bermaksud memfitnah, namun
dalam usaha membuka mata akan klaim kebenaran dari sudut pandang yang berbeda
antara dua komunitas iman yang berbeda. Artikel ini saya kutip sepenuhnya dari
website www.answeringislam.com karya Kalangi dengan judul asli, “Syariat Qurban Di Hari Raya Haji, Kini Patut Dipertanyakan Muslim” (Bagian 2).
Muslim yang membaca artikel ini sebaiknya tidak
buru-buru apriori seperti orang kebakaran jenggot sebagaimana umumnya yang
terjadi di berbagai belahan dunia yang yang rata-rata “hanya bisa mengecam dan mengancam” justru ketika kepada mereka ditunjukkan kebenaran,
sehingga penulis sarankan agar membaca dengan perlahan dengan hati putih dan
tidak terburu-buru, selanjutnya silahkan memverifikasi seluruh kutipan baik
ayat Alquran maupun hadist sahih dalam artikel ini untuk mendapatkan kebenaran
yang sesungguhnya
Kita telah
menyaksikan diatas betapa buruk dan rancunya “wahyu” Allah SWT ketika Ia
harus mewahyu-ulang apa-apa yang telah diturunkan dengan segenap otoritas
kedalam Taurat Musa, seperti yang termaktub dalam Alkitab 2600 tahun
sebelumnya, simak Kitab Kejadian 22: 1-19 sebagai berikut,
22:1
Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya:
“Abraham” lalu sahutnya: “Ya, Tuhan.”
22:2
Firman-Nya: “Ambillah anakmu yang tunggal itu,
yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah
dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung
yang akan Kukatakan kepadamu.”
22:3
Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan
memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia
membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke
tempat yang dikatakan Allah kepadanya.
22:4
Ketika pada hari ketiga Abraham melayangkan pandangnya, kelihatanlah kepadanya
tempat itu dari jauh.
22:5
Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: “Tinggallah kamu di sini
dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan
sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.”
22:6
Lalu Abraham mengambil kayu untuk korban bakaran itu dan
memikulkannya ke atas bahu Ishak, anaknya, sedang di tangannya
dibawanya api dan pisau. Demikianlah keduanya
berjalan bersama-sama.
22:7
Lalu berkatalah Ishak kepada Abraham, ayahnya: “Bapa”, Sahut
Abraham: ”Ya, anakku”. Bertanyalah ia: “Di
sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak
domba untuk korban bakaran itu?”
22:8
Sahut Abraham: “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk
korban bakaran bagi-Nya, anakku.” Demikianlah keduanya
berjalan bersama-sama.
22:9
Sampailah mereka ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Lalu Abraham
mendirikan mezbah di situ, disusunnyalah kayu, diikatnya Ishak,
anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah itu, di atas kayu
api.
22:10
Sesudah itu Abraham mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk
menyembelih anaknya.
22:11
Tetapi berserulah Malaikat TUHAN dari langit kepadanya: "Abraham,
Abraham", sahutnya: "Ya, Tuhan."
22:12
Lalu Ia berfirman: "Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan
dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan
engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku."
22:13
Lalu Abraham menoleh dan melihat seekor domba jantan di
belakangnya, yang tanduknya tersangkut dalam belukar. Abraham mengambil domba
itu, lalu mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti
anaknya.
22:14
Dan Abraham menamai tempat itu: "TUHAN (akan) menyediakan";
sebab itu sampai sekarang dikatakan orang: "Di atas gunung TUHAN, akan disediakan."
Tampak
betapa lancar, utuh, logis dan penuh otoritasnya pasal tersebut sebagai
buah Firman, ketimbang ayat-ayat Quran yang berantakan dalam kisah “korban
sembelihan”. Alkitab mengatakan satu hal, tetapi Quran justru mengosongkannya,
atau melencengkannya kepada yang lain sehingga acak, kacau, hilang makna dan
tema sasaran. Lihatlah misalnya:
- Tuhan sendiri berfirman kepada Abraham, tetapi ini dilencengkan menjadi Ibrahim sendiri yang bermimpi tentang penyembelihan anaknya, tanpa ada sangkut paut dan persinggungan sedikitpun dengan Allah.
- Anak yang diminta untuk dikorbankan adalah “Ishak, dikaburkan jadi “anak”.
- Seluruh tema “mempersembahkan korban bakaran bagi Tuhan”, dilenceng-kan menjadi perbaringan sang anak, atau paling banter semacam persiapan persembelihan (tetapi bukan persembahan untuk Allah!).
- Abraham mempersiapkan pisau, api dan kayu, dan mendirikan mezbah, mengikat Ishak dan membaringkannya diatas kayu api di mezbah, siap untuk memasuki ritual korban bakaran. Ini dikosongkan/dikorup sama sekali oleh Quran dan diganti dengan “membaringkan” sang anak! Hanya itu!
- Suara Tuhan dalam suasana genting berseru untuk menghentikan tindak peneyembelihan:“Abraham, Abraham (2 kali).… Jangan bunuh… Jangan kauapa-apakan…”, ini diganti menjadi suara Allah SWT yang memanggil nama Abraham (1 kali saja), tidak ada urgensi dan perintah STOP yang melarang penyembelihan! Melainkan hanya berfirman umum yang tidak genting: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya …., sesungguhnya…”. 3X “sesungguhnya” yang diucapkan Allah secara boros diluar konteks malah menjadikannya “tidak sungguh”!
- Domba dihadirkan, disediakan oleh Tuhan sendiri, sesuai dengan tamsilan karya-Nya sekarang dan kelak: “TUHAN (akan) Menyediakan” (THE LORD WILL PROVIDE). Kenapa ada rujukan waktu “akan” (will) dalam provisi Tuhan yang satu ini? Ya, itulah bagian nubuat yang akan digenapi Tuhan kelak (akan dijelaskan nanti).Ayat nubuat dengan makna rohani yang paling penting ini ternyata dikosongkan total dari Quran!
- Tuhan bertindak sehingga: “Domba itu dikorbankan sebagai korban bakaran pengganti anaknya” .Ayat ini di paraphrase-kan dalam konteks dan konten yang tidak jelas menjadi: “Dan Kami tebus anak itu dengan (seekor ) sembelihan yang besar”.
Sekarang
menjadi pertanyaan besar, kenapa Allah SWT tidak mampu mengulang
Firman yang lebih unggul atau sama jelasnya ketika Ia berwahyu-ulang kepada
masyarakat Arab yang katanya lebih maju bahasanya 2600 tahun kemudian? Atau
setidaknya, meng-copy saja ayat-ayat asli kuno tersebut kedalam style Arabic
khas Quran yang katanya tiada tandingan itu? Bahkan bukankah inferioritas surat
Quran terhadap tandingannya (yang terkenal dengan Surat Semisal Quran)
bisa-bisa dijadikan bukti bahwa Quran itu tidak datang dari sisi Allah?
(Qs. 17:88, 52:34, 2:23, 10:37-38). Itu pasti telah menambah daftar
kerumitan Muslim terhadap otoritas Quran sebagai wahyu Allah.Mari kita kini
masuk kepada puncak misteri kisah penyembelihan yang selama ini tertutup bagi
Muslim.
Kelima
Maka simaklah ayat pokok 107 itu baik-baik. Tidak seperti pada Alkitab, ayat ini muncul tanpa konteks jelas yang mendahuluinya. Tiba-tiba saja ayat ini muncul berbicara tentang peran satu kurban sembelihan teramat besar yang Allah jadikan penebus atas kematian anak Ibrahim:
Maka simaklah ayat pokok 107 itu baik-baik. Tidak seperti pada Alkitab, ayat ini muncul tanpa konteks jelas yang mendahuluinya. Tiba-tiba saja ayat ini muncul berbicara tentang peran satu kurban sembelihan teramat besar yang Allah jadikan penebus atas kematian anak Ibrahim:
“Dan Kami
tebus anak itu dengan sembelihan yang besar” (Wa
fa dainaahu bi dzibhin ’azhiim”).
(Bandingkan
ini dengan ayat-ayat di Kitab Kejadian sebelum ayat 22:13, dimana Tuhan
menghentikan tindak Abraham yang siap menyembelih anaknya, lalu barulah
menggantikan sang anak dengan seekor domba jantan yang disediakan-Nya sendiri):
“…mengorbankannya
(domba itu) sebagai korban bakaran pengganti anaknya” (ayat
13).
Banyak
teman Muslim hanya menganggap kasus sembelihan ini sebagai sekedar gertak atau
ujian Allah kepada Ibrahim, dan karena Ibrahim lulus testing, maka diberi
hadiah tebusan bagi kelulusannya. Muslim tidak menyadari bahwa ayat-ayat itu
justru adalah suatu penggambaran dahsyat akan sebuah konsep
korban penebusan bagi umat manusia. Muslim praktis tidak diajak
oleh ulamanya masuk kedalam details dari makna ayat ini, karena seperti telah
dikatakan diatas “The devil is in details”. Akibatnya Muslim kurang
bisa menangkap keseluruhan kekuatan-makna yang dahsyat dari ayat Quran ini.
Sebab kejelasan konsep tebusan ini terhalang oleh terjemahan/tafsiran para
ulama yang apriori menjuruskan makna “kurban” itu kepada
pengertian harfiah yang dipatok mati menjadi “seekor HEWAN sembelihan
besar”. Padahal wahyu surgawi ini justru berbicara tentang sosok “kurban
penebus anak Ibrahim” dalam makna penggambaran! Hal inilah yang menyebabkan
para pakar Islam saling berselisih memaknai hakekat ayat ini. Sebagian pakar
Muslim berputar-putar menafsirkan kurban yang besar ini sebagai seekor
binatang yang tambun fisiknya. Tentu saja itu tafsiran
konyol! Cerahkanlah sendiri pemahaman Anda dengan membandingkan kritis sejumlah
terjemahan berikut ini tentang sosok kurban:
* “Dan
Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang
besar” (terjm. Depag)
* “Dan
Kami menebusnya dengan sembelihan yang besar” (terjm.
Disbintalad)
*“And
We ransomed his son with a costly victim”
(sebuah kurban yang mahal, terjm. J.M.Rodwell)
* “…
with a noble sacrifice” (sebuah kurban
agung/ mulia, terjm. N.J. Dawood)
* “…
with a mighty sacrifice” (sebuah kurban yang
perkasa, terjm. Arberry)
* “…
with a tremendous victim” (sebuah kurban
yang dahsyat, terjm. Mohammed Pickthall)
* “… with
a great sacrifice” (sebuah kurban
yang besar/ hebat, terjm. Yusuf Ali).
Apa yang
Anda lihat lagi disini?
Menebus
berarti membeli balik dengan membayar harga yang sesuai.
Dan dari
makna asli ayat diatas, kita mencatat gambaran bahwa harga
yang sangat luar biasalah yang harus dibayar oleh Tuhan (!) bagi
sebuah penebusan untuk anak Ibrahim. Itu adalah satu
sosok kurban dengan segala kebesaran, keagungan, kemuliaan,
kedahsyatan, keperkasaan ‘azhiim’ yang amat besar nilainya
yang ditamzilkan Allah sebagai Penebus untuk men-substitusikan kematian
semua anak-anak Ibrahim kelak (karena dia Bapak bangsa-bangsa orang
beriman). Sedemikian besar harga sosok kurban itu sehingga pewahyuan Quran
HARUS memakai kata asli yang sama dengan salah satu diantara 99 nama/asma
Allah, yaitu Al-Azhim(Yang Maha-Agung). Selama pakar Muslim
mengkotakkan sosok tersebut secara harafiah hanya sebagai seekor binatang
tambun, mereka tidak mampu memahami masalah masalah detail berikut ini:
(a) Apa
perlu-perlunya sang anak itu disuruh dibunuh lalu ditebus oleh Allah
agar memiliki sang anak kembali?
Bila Tuhan
hanya ingin menguji iman Ibrahim (yang toh sudah diketahuiNya), Allah tak perlu
memerintahkan pembunuhan (nabi membunuh anak calon nabi!). Ada sejuta cara lain
yang halal pada Mahatahunya Allah dan yang tidak menjadi batu sandungan. Dan
bila hanya sekedar untuk testing, cukup Ibrahim melepaskan anaknya tanpa usah
tebusan kurban, bukan? Ujian iman serentak telah berakhir pada waktu malaikat
berseru kepada Ibrahim “STOP, jangan bunuh anakmu!”
(b)
Dan kenapa Allah memerlukan kematian-kurban? Apakah
anak Ibrahim itu bersalah sehingga ia harus dibunuh, lalu harus pula
ditebus?
Pakar Islam sulit menjawabnya dari sumbernya. Bukankah hal itu yang justru diperlukan oleh SETAN? Itulah. Kematian kurban ini adalah gambaran tamzil dari kematian seorang Al Masih, yang diperlukan sebagai kurban penebus (untuk mengganti) kematian yang sudah diniscayakan kepada setiap manusia berdosa (Qs.19:71, Roma 6:23, Kejadian 2:17) karena semua manusia itu berdosa. Sebab Hukum Keadilan Tuhan tetap berkata tanpa pandang bulu bahwa setiap manusia berdosa harus dihukum mati (Roma 6:23); namun Hukum Kasih Tuhan kini dapat berkata, “Anak Manusia memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Matius 20:28).
Pakar Islam sulit menjawabnya dari sumbernya. Bukankah hal itu yang justru diperlukan oleh SETAN? Itulah. Kematian kurban ini adalah gambaran tamzil dari kematian seorang Al Masih, yang diperlukan sebagai kurban penebus (untuk mengganti) kematian yang sudah diniscayakan kepada setiap manusia berdosa (Qs.19:71, Roma 6:23, Kejadian 2:17) karena semua manusia itu berdosa. Sebab Hukum Keadilan Tuhan tetap berkata tanpa pandang bulu bahwa setiap manusia berdosa harus dihukum mati (Roma 6:23); namun Hukum Kasih Tuhan kini dapat berkata, “Anak Manusia memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Matius 20:28).
Teologi
Islam tidak berdaya menjawab pertanyaan, bagaimanakah Allah SWT itu
dapat Maha-adil (yang harus menghukum), padahal Ia juga Maha-kasih (yang akan
mengampuni)? Dapatkah Allah mengampuni seseorang tanpa memperkosa hakekat
diriNya yang Maha-adil?
Ketika
Tuhan tidak menghukum karena KasihNya, Tuhan menjadi Non-Adil; dan ketika Ia
menghukum karena AdilNya, Tuhan menjadi Non-Kasih. Ketegangan (“kontradiksi”)
ini hanya mungkin direkonsiliasikan dalam kematian-kurban sebagai
Penebus – pembayar harga kematian – yang mempertemukan Keadilan Tuhan
dengan Kasih Tuhan! Kini Ia tetap Maha-adil ketika mengampuni dalam kasihNya,
karena Tuhan sendiri telah membayar harga keadilan itu lewat kematian Al Masih,
Kalimatullah yang diinkarnasikan ke dalam dunia! Anda dan saya yang berdosa -
ditamzilkan sebagai anak Abraham yang harus mati/disembelih, namun kita
diselamatkan Tuhan dengan sebuah tebusan Anak Domba Tuhan yang
mahal yang diperlambangkan oleh Yesus Mesias sebagai korban penyaliban. Agar
perlambangannya absah dan tidak nyeleweng, maka Nabi Yahya sengaja diutus
mendahului Yesus demi untuk mengkonfirmasikan hal tersebut. Itu terjadi ketika
Yesus datang menghampiri Nabi Yahya secara fisik, dan Yahya pun berseru:
“Lihatlah
Anak Domba Tuhan (Yesus), yang menghapus dosa dunia.”
(Yoh.1:29).
Sosok
Kurban Anak Domba itu (akan disediakan Tuhan) sebagai pengganti
sang anak yang harus mati (ayat 13 berkaitan ayat 8 & 14). Istilah “akan”
disini sengaja dipakai Tuhan demi menunjukkan pula akan nubuat yang kelak
akan terjadi atas apa yang sudah terjadi dalam tamzilan kasus
Abraham ini! “Anak Domba Tuhan” yang ‘azhiim” itulah yang kelak akan
dikurbankan disalib untuk menebus kematian “anak-anak Abraham” yang telah
berdosa dan terkutuk kematian.
(c) Andaikata
tebusan bagi sang anak itu hanya harfiah seekor binatang, kenapa si
penebus (binatang) justru dianggap bernilai sangat
“agung-mulia-dahsyat-mahal-perkasa-hebat” ketimbang yang ditebus-nya (manusia)?
Tak ada
jawaban, kecuali itu adalah Sang Penebus!
Itulah
kematian-kurban yang sebesar-besar dahsyat, mulia, agung, seperti yang telah
dibicarakan dimuka. Sebab seberapakah besar dan dahsyatnya korban Anda dan saya
jikalau itu hanya terbatas pada pemberian sedekah dihari raya Haji? Korban
semacam ini tidak mempunyai nilai-tebusan (atoning value), kecuali nilai sosial
dan religi.
“HUKUM
KURBAN” ATAU “HUKUM SEDEKAH”?
Jadi
sekarang semua substansi kembali dan berpusat kepada “Kurban agung yang
disediakan oleh Allah sendiri untuk penebusan anak (berdosa)”. Abraham atau
anaknya tidak menyedekahi siapapun. Kisah itu tidak ada hubungannya sama sekali
dengan Hari Raya Qurban yang MENSYARIATKAN potong kambing dan ramai-ramai
pemberian sedekahan dari manusia bagi sesamanya (yang bersifat horizontal).
Kisah ini semata-mata bersifat dan berurusan vertikal, dimana
Tuhan beracara dari atas untuk memberi penyelamatan kepada anak-anak manusia.
Dan ini merujuk kepada “konsep tebusan darah” yang diharuskan
Tuhan didalam Taurat sejak dari zaman Adam ketika Kain dan Habel(Qabil-Habil)
mempersembahkan korban, dan seterusnya hingga kepada Yesus yang menumpahkan
darahnya sebagai korban diatas salib. Tak ada syariat apapun yang perlu
diusahakan dan dijalankan disini kecuali percaya, beriman dan taat kepada
Penebus dosa yang Tuhan sediakan (Yohanes 14:1, 1:29, Qs 3:50, 43:63). Bahwa
belakangan, lewat ulangan-wahyu 2600 tahun kemudian terjadi tradisi
penyembelihan kambing kurban untuk disedekahkan kepada orang miskin, itu
hanyalah pelencengan dari maklumat Tuhan tentang konsep tebusan darah Anak
Domba yang Tuhan sediakan untuk kita imani.
Muslim
sering berkata bahwa Tuhan cukup mengampuni dosaku bilamana aku menyesal dan
bertobat. Tetapi kenyataannya sekalipun Anda menyesal atas dosa Anda, namun
penyesalan itu sendiri tidak merupakan pembenaran atas dosa yang telah
Anda lakukan. Seorang pencuri yang menyatakan penyesalannya dimuka pengadilan
tetaplah ia pencuri. Ia tidak dibebaskan atau dibenarkan semata-mata karena
penyesalannya, melainkan hanya dibebaskan bilamana ia telah membayar lunas
hukumannya, ATAU dosanya telah ditebus lewat suatu harga hukum-kurban yang
Tuhan berlakukan sendiri. Dan dimata Tuhan, harga yang berlaku adalah suatu
kurban tebusan dengan penumpahan darah.
Tuhan
berbicara dengan Musa, menegaskan bahwa hanya darah yang tertumpah diatas
mezbah saja dipakai Tuhan sebagai alat pengampunan dosa:
“Karena
nyawa mahluk ada didalam darahnya dan Aku telah memberikan darah itu
kepadamu diatas mezbah untuk mengadakan perdamaian (penebusan) dengan
perantaraan nyawa” (Imamat 17:11)
Kitab
Ibrani 9:22 mengatakan : “Dan hampir segala sesuatu disucikan
menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada
pengampunan.”
Itulah
simbol tebusan Tuhan lewat darah korban persembahan dalam Perjanjian
Lama yang diperlukan terus menerus untuk setiap penebusan dosa (setelah
membayar kerugian-kerugian materi kepada pihak yang terkorban). Namun
semua korban-korban binatang dan persembahan hanyalah merupakan sinyal-sinyal,
simbol-simbol, tamzil dan bayang-bayang sementara, dan merupakan pengantar
menuju kepada pengurbanan permanen,berlaku sekali dan untuk seterusnya,
yaitu darah Yesus yang disalibkan (Ibrani 9:28). Pengurbanan
yang kudus tanpa cacat inilah yang menandai suatu Perjanjian Baru untuk
keselamatan seluruh umat manusia sekarang yang mau mengimani Sang Korban Agung:
“Sebab
oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk
selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan” (Ibrani 10:14).
Kita
menyaksikan bahwa teman Muslim banyak mendapat ajaran dari ulamanya yang menafsir
Alkitab menurut agendanya sendiri. Sekarang ketahuanlah bahwa konsep penebusan
darah Anak Domba lewat salib bukanlah bikin-bikinan Paulus, melainkan justru
sudah diucapkan dan digambarkan Tuhan sendiri sejak Adam dan Hawa dan
dinubuatkan oleh para Nabi dan dipersaksikan oleh Nabi Yahya muka per muka
dengan Yesus, yang bahkan dikonfirmasi balik oleh Yesus sendiri….
Inilah antara lain kata-kata nubuat dari setiap sosok:
Abraham, “Tuhan
yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagiNya” (Kejadian. 22:8)
Yohanes
(Yahya), “Lihatlah Anak Domba Tuhan, Yang menghapus
dosa dunia” (Yohanes 1:29)
Tuhan
Elohim, “Aku telah memberikan darah itu
kepadamu diatas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu...” (Imamat
17:11)
Yesus
Mesias,“Sebab inilah darahKu, darah
perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” (Matius
26:28)
APA YANG
DIKORUP QURAN?
Akhirnya,
kita menyadari betapa Quran yang mengklaim sebagai wahyu korektif dan terakhir,
namun justru memperlihatkan wajah sejatinya yang tidak berkualitas sebagai
Firman Tuhan. Wahyu-ulangan yang seharusnya menjelaskan dan menyempurnakan
justru terbalik dalam perannya yang mengacaukan. Bahkan bukan hanya itu. Justru
yang paling mengenaskan adalah terkorupnya begitu banyak ayat-ayat
keselamatan Tuhan yang telah sengaja dikosongkan dan diplintir oleh
Quran dengan mengatas-namakan Allah SWT.
Sejak Adam
Sejak
kejatuhan manusia pertama, kita menyaksikan bahwa Tuhan setapak demi setapak
memperkenalkan sebuah Hukum-Kurban (The Law of Sacrifice)
yang merancang penyelamatan manusia dari dosa kematian. Betapa mulai dari Adam
dan Hawa, mereka telah membuat cawat penutup kemaluan bagi
dirinya yang telanjang (lambang dosa), terbuat dari daun
tumbuh-tumbuhan (Kejadian 3:7), dan ini tercantum pula dalam Quran
20:12. Tetapi ternyata Tuhan tidak berkenan dan menolaknya, dan menggantikannya
dengan cawat kulit binatang,
“Dan TUHAN
Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya
itu, lalu mengenakannya kepada mereka”. (Kejadian 3:21).
Tuhan
tidak berkenan dengan cawat daun itu karena dua hal yang amat prinsip. Cawat daun
“made by Adam-Hawa” itu tidak absah dimata Tuhan
karena itu tidak sesuai dengan the Law of Sacrifice yang perlu
dilambangkan oleh penumpahan darah (dalam hal ini lewat cawat kulit binatang).
Dan ini paling perlu diajarkan kepada Adam agar bisa diteruskan kepada anak
cucunya.
Kedua,
cawat daun itu adalah lambang usaha diri manusia untuk
menutupi ketelanjangan (dosa) mereka. Manusia tidak bisa mengusahakannya,
dengan amal apapun! Keadilan dan kekudusan Tuhan tidak membiarkan satu
dosa/kejahatan untuk dihapus oleh 1000 pahala. Satu kejahatan perkosaan
misalnya, tetap harus dihukum, sekalipun si pemerkosa telah mendermakan
pembangunan 1000 mesjid! Cawat daun-daun made-by Adam itu hanya maya,
khayalan manusia yang tidak bertahan dan sia-sia. Hanya cawat kulit
“made-by Tuhan” yang secara hakiki mampu menutup/menebus dosa manusia!
NAMUN!
Kembali kita temukan bahwa Quran sengaja mengkorupsi ayat lambang
penyelamatan dosa! Ayat tentang cawat kulit dikosongkan samasekali dari
Quran (!) walau cawat daun yang kurang penting itu dipertahankan dalam
“kekekalan Quran”! Bagaimana harus Muhammad (dengan Jibril-nya)
mempertanggung-jawabkan pengosongan perlambangan yang sangat prinsip dan
esensial ini?
Hukum-Kurban
yang Tuhan rancangkan bagi penyelamatan umat-manusia itulah yang dipilih
Muhammad dan Jibril untuk disembunyikan Quran atas nama Allah.
Sejak
Qabil dan Habil
Lihat pula
anak-anaknya Adam, Kain dan Habel (Qabil dan Habil). Betapa Quran menjelaskan
bahwa Tuhan menerima persembahan korban Habel dan menolak persembahan korban
Kain, namun aneh, Quran kembali mengosongkan hal yang terpenting,
yaitu apa alasannya. Quran menutup, tetapi Alkitab mengungkapkan bahwa
persembahan kurban yang bernyawalah (dengan tumpahan darah) yang Tuhan
berkenan, bukan tanam-tanaman yang tanpa darah.
“Setelah
beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah
itu (buah-buahan-sayur-mayur-umbi-umbian dll) kepada TUHAN sebagai
korban persembahan. Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak
sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN
mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, tetapi Kain dan korban
persembahannya tidak diindahkan-Nya” (Kejadian 4:4-5).
Sejak Nuh
Tampaknya
nabi Nuh sudah cukup paham akan “hukum-kurban” dimana Tuhan akan berkenan atas
persembahan korban tatkala dipersembahkan dengan tumpahan darah kurban yang
layak. Maka hal pertama yang Nuh lakukan begitu keluar dari bahteranya adalah
mendirikan mezbah bagi TUHAN, lalu mempersembahkan korban bakaran dengan
hewan-hewan bernyawa diatas mezbah. Dan Tuhan menilainya sebagai “persembahan
yang harum” (Kejadian 8:20-22)
Sejak Musa
Tuhan
terus tanpa henti memperkenalkan konsep penebusan ini tahap pertahap kepada
moyang-moyang yang paling awal. Dan Musa tentu tak luput dari mengisahkannya
dalam Tauratnya. Kisah Taurat tentang konfrontasi Musa melawan Firaun
adalah topik favorit yang dicatat Quran berulang-ulang hingga 27 kali! Meski
demikian, Muhammad kembali absen mencatat peristiwa yang paling inti dari
Kisah Keluaran dari Taurat Musa ini, yaitu kisah PASKAH! Padahal perayaan
Paskah adalah event yang paling bersejarah, menyentuh dan heroik bagi setiap
orang Yahudi. Tuhan sendirilah yang memerintahkan kisah ini agar tertanam dalam
ingatan turun-temurun dalam perayaan Perjamuan Paskah setiap tahun!
Hanya
dengan tulah yang paling “mematikan” perlawanan hebat
Firaun, maka Firaun akhirnya menyerah kepada tuntutan Musa! Apakah tulah yang
paling mematikan Firaun menurut versi Quran dan versi Kitab Musa sendiri? Menurut
Musa, itu adalah tulah ke-10, ditimpakan pada Firaun ketika
Tuhan mengirim Malaikat kematian untuk mencabut nyawa
anak sulung dari setiap keluarga APABILA pintu rumahnya tidak
diperciki darah domba! Tuhan berkata:
”Apabila
Aku melihat darah itu (ada di pintu), maka Aku akan lewat”.
Itu adalah
vonis kematian yang dilewatkan (diluputkan) Tuhan bagi rumah yang
bertanda darah kurban (Keluaran 12:13).
Tetapi Muhammad
dengan Quran-nya lagi-lagi mengosongkan tulah-10 ini dengan hanya menyodorkan
total 9 tulah saja. Tulah-10 yang merupakan lambang
penyelamatan Umat lewat darah-kurban-tebusan, kembali ditiadakan Muhammad!
Segera timbul dua pertanyaan kepada setiap kepala yang bernalar:
(1).
Apakah tulah-9 nya Quran cukup mematikan tegar tengkuknya Firaun (sehingga
Firuan menyerah kepada Musa), mengingat ia masih tidak bergeming ketika
ditimpakan tulah-8?
(2).
Manakah catatan yang lebih akurat: Taurat Musa yang mencatat konfrontasi
dirinya sendiri dengan Firaun, ataukah Muhammad yang mencatat/mendongeng
kembali kisah Musa 2000-an tahun setelahnya, entah dari sumber mana? Jawablah
dengan batin yang hening!
Tampaknya
diseluruh Quran, ”Allah” yang namanya diatas-namakan Muhammad itu telah
berusaha untuk menafikan habis-habisan ”Hukum-Kurban” yang tersebar luas
diseluruh Alkitab (yang tidak dipaparkan lebih lanjut lagi disini). Ia, Allah
SWT meniadakan sosok Penebus yang Tuhan Elohim sediakan sendiri kepada
umat-Nya. Untuk itu, kisah penyembelihan anak Ibrahim juga dikosongkan Quran
dari segala unsur-unsur persembahan korban bakaran yang baku: tak ada mezbah,
tak ada kayu dan api, tali (bahkan pisau?). Bahkan kisah tersebut dihentikan
ditengah jalan, dan tidak ada Muslim yang bertanya, bagaimana Muhammad
selanjutnya meritualkan persembahan ”kurban hewan” yang Allah sudah hadirkan
kepada Ibrahim? Apakah benar hewan itu jadi dipotong? lalu dibakar? atau
dibuang? atau dibawa pulang dagingnya? atau disedekahkan kepada manusia
lainnya? Atau ... dipersembahkan sebagai korban bakaran kepada Tuhan Yahweh
sebagaimana yang Abraham lakukan (mengingat ”agama Ibrahim yang lurus”
diwariskan kepada Muhammad, tentu termasuk wahyu-Nya tentang Ibrahim)
TAK ADA
JAWABAN... Jikalau begitu, pensedekahan daging kurban di Hari Raya Haji
tentu bualan lanjutan dari Muhammad pribadi, dan samasekali bukan dasar yang
Tuhan ingin syariatkan !
Akhirnya
kita menyaksikan bahwa keselamatan lewat konsep-tebusan-kurban itu tercakup
luas dan menyeluruh disemua lini Alkitab. Itu tidak bisa disisipkan dan
dipalsukan oleh tangan Paulus dan antek-anteknya (seperti yang Muslim tuduhkan)
tanpa merusak kemulusan, logika narasi, konsistensi dan otoritas Alkitab.
Pemalsuan fondasi Alkitab tersebut - kalau ada - mustahil dapat dilakukan
diam-diam tanpa diketahui oleh jejak sejarah. Ingat bahwa Yahudi dan Kristen
yang saling bertikai dikala itu, pasti akan saling memata-matai secara tajam
(melebihi Muslim) kalau-kalau ada pihak lawan yang meng-utak-atik Kitab Suci
mereka masing-masing. Kenyataannya tak ada satu pihak yang menggugat pihak
lainnya. Kebalikannyalah yang justru kita saksikan dimuka hidung kita, ketika
wahyu-ulangan 2600 tahun yang lalu dikisahkan kembali secara kacau oleh Quran,
apalagi dengan mengkaitkan persyariatan qurban yang nyasar dan tidak kena
sasaran sehingga kehilangan inti dan bobot pewahyuan tentang sebuah Kurban
Tebusan yang sebenarnya, yaitu:
“Dan
Kami menebusnya (anak-anak-Abraham) dengan Kurban yang sangat
Agung”!
Alangkah
mencemaskan bahwa korupsi quranik justru bercirikan “kematian” (Qs 19:71),
yaitu PENGOSONGAN INTI KONSEP KESELAMATAN KEKAL yang Tuhan sendiri tawarkan.
Dan alangkah tragisnya sekian milliar teman Muslim dibuat kehilangan
Penebusnya. Mereka ramai-ramai disajikan dongeng wahyu-ulangan dan digiring
memilih “cawat daun” yang bisa diusahakan sendiri, dan hasil usaha diri itu
memang mengasyikkan dan dihargai. Tetapi “cawat-kulit” dari Anak Domba
sesungguhnya telah Tuhan sendiri sediakan. Tetapi karena itu diberikan secara
cuma-cuma, maka terasa kurang asyik – kurang berharga. Memang, the
devil is in the detail! Pelajarilah detailnya untuk membongkar para setan yang
bersembunyi dibalik plintiran dan silat lidah. Bertanyalah kepada diri Anda,
ada apa maka Tuhan perlu mengutus DUA Nabi Besar sekaligus dalam satu era yang
sama, yaitu Yahya dan Yesus. Apa guna dan fungsinya Yahya jikalau sudah ada
Yesus? Nah, Nabi Yahya itu diutus khusus untuk berduet memberi kesaksian
langsung tentang Yesus Mesias, kesaksian besi, tunjuk hidung muka
per muka, bukan nubuat dalam ruang dan rentang waktu yang berbeda jauh! Dan
Yahya telah berseru
“Bertobatlah”,
lalu bersaksi: “Lihatlah Anak Domba Tuhan. Yang menghapus dosa
dunia”.
Dan Yesus
telah pula mengkonfirmasikannya:
“Anak
Manusia datang untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan (nyawa)
bagi banyak orang” (Markus 10:45).
“Sebab
Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang."(Lukas
19:10).
Comments
Post a Comment